Sunday, March 6, 2011

Transistor FET - JFET dan MOSFET

Transistor Bipolar dinamakan demikian karena bekerja dengan 2 (bi) muatan yang berbeda yaitu elektron sebagai pembawa muatan negatif dan hole sebagai pembawa muatan positif. Ada satu jenis transistor lain yang dinamakan FET (Field Efect Transistor). Berbeda dengan prinsip kerja transistor bipolar, transistor FET bekerja bergantung dari satu pembawa muatan, apakah itu elektron atau hole. Karena hanya bergantung pada satu pembawa muatan saja, transistor ini disebut komponen unipolar. 
Umumnya untuk aplikasi linear,  transistor bipolar lebih disukai, namun transistor FET sering digunakan juga karena memiliki impedansi input (input impedance) yang sangat besar. Terutama jika digunakan sebagai switch, FET lebih baik karena resistansi dan disipasi dayanya yang kecil.   
Ada dua jenis transistor FET yaitu JFET (junction FET) dan MOSFET (metal-oxide semiconductor FET).  Pada dasarnya kedua jenis transistor memiliki prinsip kerja yang sama, namun tetap ada perbedaan yang mendasar pada struktur dan karakteristiknya.
TRANSISTOR JFET
Gambar dibawah menunjukkan struktur transistor JFET kanal n dan kanal p. Kanal n dibuat dari bahan semikonduktor tipe n dan kanal p dibuat dari semikonduktor tipe p. Ujung atas dinamakan Drain dan ujung bawah dinamakan Source. Pada kedua sisi kiri dan kanan terdapat implant semikonduktor yang berbeda tipe. Terminal  kedua sisi implant ini terhubung satu dengan lainnya secara internal dan dinamakan Gate.
Gambar 1 : Struktur JFET (a) kanal-n (b) kanal-p
Istilah field efect (efek medan listrik) sendiri berasal dari prinsip kerja transistor ini yang berkenaan dengan lapisan deplesi (depletion layer). Lapisan ini terbentuk antara semikonduktor tipe n dan tipe p, karena bergabungnya elektron dan hole di sekitar daerah perbatasan. Sama seperti medan listrik, lapisan deplesi ini bisa membesar atau mengecil tergantung dari tegangan antara gate dengan source. Pada gambar di atas, lapisan deplesi ditunjukkan dengan warna kuning di sisi kiri dan kanan.
JFET kanal-n
Untuk menjelaskan prinsip kerja transistor JFET lebih jauh akan ditinjau  transistor JFET kanal-n. Drain dan Source transistor ini dibuat dengan semikonduktor tipe n dan  Gate dengan tipe p. Gambar berikut menunjukkan bagaimana transistor ini di beri tegangan bias. Tegangan bias antara gate dan source adalah tegangan reverse bias atau disebut bias negatif. Tegangan bias negatif berarti tegangan gate lebih negatif terhadap source. Perlu catatan, Kedua gate terhubung satu dengan lainnya (tidak tampak dalam gambar). 
Gambar 2 : Lapisan deplesi jika gate-source biberi bias negatif 
Dari gambar di atas, elektron yang mengalir dari source menuju drain harus melewati lapisan deplesi. Di sini lapisan deplesi berfungsi semacan keran air. Banyaknya elektron yang mengalir dari source menuju drain tergantung dari ketebalan lapisan deplesi. Lapisan deplesi bisa menyempit,  melebar atau membuka tergantung dari tegangan gate terhadap source.  
Jika gate semakin negatif terhadap source, maka lapisan deplesi akan semakin menebal. Lapisan deplesi bisa saja menutup seluruh kanal transistor bahkan dapat menyentuh drain dan source.  Ketika keadaan ini terjadi, tidak ada arus yang dapat mengalir atau sangat kecil sekali. Jadi jika tegangan gate semakin negatif terhadap source maka semakin kecil arus yang bisa melewati kanal drain dan source. 
Gambar 3 : Lapisan deplesi pada saat tegangan gate-source = 0 volt
Jika misalnya tegangan gate dari nilai negatif perlahan-lahan dinaikkan sampai sama dengan tegangan Source. Ternyata lapisan deplesi mengecil hingga sampai suatu saat terdapat celah sempit.  Arus elektron mulai mengalir melalui celah sempit ini dan terjadilah konduksi Drain dan Source. Arus yang terjadi pada keadaan ini adalah arus maksimum yang dapat mengalir berapapun tegangan drain terhadap source. Hal ini karena celah lapisan deplesi sudah maksimum tidak bisa lebih lebar lagi. Tegangan gate tidak bisa dinaikkan menjadi positif, karena kalau nilainya positif maka gate-source tidak lain hanya sebagai dioda.    
Karena tegangan bias yang negatif, maka arus gate yang disebut IG akan sangat kecil sekali. Dapat dimengerti resistansi input (input impedance) gate akan sangat besar. Impedansi input transistor FET umumnya bisa mencapai satuan MOhm. Sebuah transistor JFET diketahui arus gate 2 nA pada saat tegangan reverse gate 4 V, maka dari hukum Ohm dapat dihitung resistansi input transistor ini adalah :
Rin = 4V/2nA = 2000 Mohm 

Simbol JFET
Untuk mengambarkan JFET  pada skema rangkaian elektronika, bisa dipakai simbol seperti pada gambar di bawah berikut. 
Gambar 4 : Simbol komponen (a)JFET-n (b)JFET-p
Karena struktur yang sama, terminal drain dan source untuk aplikasi frekuensi rendah dapat dibolak balik. Namun biasanya tidak demikian untuk aplikasi frekuensi tinggi. Umumnya JFET untuk aplikasi frekuensi tinggi memperhitungkan kapasitansi bahan antara gate dengan drain dan juga antara gate dengan source. Dalam pembuatan JFET, umumnya ada perbedaan kapasitansi gate terhadap drain dan antara gate dengan source.
JFET kanal-p
Transistor JFET kanal-p memiliki prinsip yang sama dengan JFET kanal-n, hanya saja kanal yang digunakan adalah semikonduktor tipe p. Dengan demikian polaritas tegangan dan arah arus berlawanan jika dibandingkan dengan transistor JFET kanal-n. Simbol rangkaian untuk tipe p juga sama, hanya saja dengan arah panah yang berbeda.      

Kurva Drain
Gambar berikut adalah bagaimana transitor JFET diberi bias. Kali ini digambar dengan menggunakan simbol JFET. Gambar (a) adalah jika diberi bias negatif dan gambar (b) jika gate dan source dihubung singkat.
Gambar 5 : Tegangan bias transistor JFET-n
Jika gate dan source dihubung singkat, maka akan diperoleh arus drain maksimum. Ingat jika VGS=0 lapisan deplesi kiri dan kanan pada posisi yang hampir membuka. Perhatikan contoh kurva drain pada gambar berikut, yang menunjukkan karakteristik arus drain ID dan tegangan drain-source VDS. Terlihat arus drain ID tetap (konstan) setelah VDS melewati suatu besar tegangan tertentu yang disebut Vp
Pada keadaan ini (VGS=0) celah lapisan deplesi hampir bersingungan dan sedikit membuka. Arus ID bisa konstan karena celah deplesi yang sempit itu mencegah aliran arus ID yang lebih besar. Perumpamaannya sama seperti selang air plastik yang ditekan dengan jari, air yang mengalir juga tidak bisa lebih banyak lagi. Dari sinilah dibuat istilah  pinchoff voltage (tegangan jepit) dengan simbol Vp. Arus ID maksimum ini di sebut IDSS yang berarti arus drain-source jika gate dihubung singkat (shorted gate). Ini adalah arus maksimum yang bisa dihasilkan oleh suatu transistor JFET dan karakteristik IDSS ini tercantum di datasheet. 

Gambar 6 : kurva drain IDS terhadap VDS
JFET berlaku sebagai sumber arus konstan sampai pada tengangan tertentu yang disebut VDS(max). Tegangan maksimum ini disebut breakdown voltage dimana arus tiba-tiba menjadi tidak terhingga.  Tentu transistor tidaklah dimaksudkan untuk bekerja sampai daerah breakdown. Daerah antara VP dan VDS(max) disebut daerah active (active region). Sedangkan 0 volt sampai tegangan Vp disebut daerah Ohmic (Ohmic region).   
Daerah Ohmic
Pada tegangan VDS antara 0 volt sampai tegangan pinchoff VP=4 volt, arus ID menaik dengan kemiringan yang tetap. Daerah ini disebut daerah Ohmic. Tentu sudah maklum bahwa daerah Ohmic ini tidak lain adalah resistansi drain-source dan termasuk celah kanal diantara lapisan deplesi. Ketika bekerja pada daerah ohmic, JFET berlaku seperti resistor dan dapat diketahui besar resistansinya adalah :
RDS = Vp/IDSS
RDS disebut ohmic resistance, sebagai contoh di dataseet diketahui VP = 4V dan IDSS = 10 mA, maka dapat diketahui :
RDS = 4V/10mA = 400 Ohm
Tegangan cutoff gate
Dari contoh kurva drain di atas terlihat beberapa garis-garis kurva untuk beberapa   tegangan VGS yang berbeda. Pertama adalah kurva paling atas dimana IDSS=10 mA dan kondisi ini tercapai jika VGS=0 dan perhatikan juga tegangan pinchoff VP=4V. Kemudian kurva berikutnya adalah VGS = -1V lalu VGS=-2V dan seterusnya. Jika VGS semakin kecil terlihat arus ID juga semakin kecil.  
Perhatikan kurva yang paling bawah dimana VGS=-4V. Pada kurva ternyata arus ID sangat kecil sekali dan hampir nol. Tegangan ini dinamakan tegangan cutoff gate-source (gate source cutoff voltage) yang ditulis sebagai VGS(off). Pada saat ini lapisan deplesi sudah bersingungan satu sama lain, sehingga arus yang bisa melewati kecil sekali atau hampir nol. 
Bukan suatu kebetulan bahwa kenyataannya bahwa VGS(off)=-4V dan VP=4V. Ternyata memang pada saat demikian lapisan deplesi bersentuhan atau hampir bersentuhan.  
Maka di datasheet biasanya hanya ada satu besaran yang tertera VGS(off) atau VP. Oleh karena sudah diketahui hubungan persamaan :
VGS(off) = -VP
Pabrikasi JFET
Kalau sebelumnya sudah dijelaskan bagaimana struktur JFET secara teoritis, maka gambar berikut adalah bagaimana sebenarnya transistor  JFET-n dibuat.  
Gambar 7 : Struktur penampang JFET-n 
Transistor JFET-n dibuat di atas satu lempengan semikonduktor tipe-p sebagai subtrat (subtrate) atau dasar (base). Untuk membuat kanal n, di atas subtrat di-implant semikonduktor tipe n yaitu dengan memberikan doping elektron. Kanal-n ini akan menjadi drain dan source. Kemudian di atas kanal-n dibuat implant tipe-p, caranya adalah dengan memberi doping p (hole). Implant tipe p ini yang menjadi gate. Gate dan subtrat disambungkan secara internal.  
TRANSISTOR MOSFET
Mirip seperti JFET, transistor MOSFET (Metal oxide FET) memiliki drain, source dan gate. Namun perbedaannya gate terisolasi oleh suatu bahan oksida. Gate sendiri terbuat dari bahan metal seperti aluminium. Oleh karena itulah transistor ini dinamakan metal-oxide. Karena gate yang terisolasi, sering jenis transistor ini disebut juga IGFET yaitu insulated-gate FET.
Ada dua jenis MOSFET, yang pertama jenis depletion-mode dan yang kedua jenis enhancement-mode.  Jenis MOSFET yang kedua adalah komponen utama dari gerbang logika dalam bentuk IC (integrated circuit), uC (micro controller) dan uP (micro processor) yang tidak lain adalah komponen utama dari komputer modern saat ini.
MOSFET Depletion-mode 
Gambar berikut menunjukkan struktur dari transistor jenis ini. Pada sebuah kanal semikonduktor tipe n terdapat semikonduktor tipe p dengan menyisakan sedikit celah. Dengan demikian diharapkan elektron akan mengalir dari source menuju drain melalui celah sempit ini. Gate terbuat dari metal (seperti aluminium) dan terisolasi oleh bahan oksida tipis SiO2 yang tidak lain adalah kaca.
Gambar 8 : struktur MOSFET depletion-mode
Semikonduktor tipe p di sini disebut subtrat p dan biasanya dihubung singkat dengan source. Ingat seperti pada transistor JFET lapisan deplesi mulai membuka jika VGS = 0.
Dengan menghubung singkat subtrat p dengan   source diharapkan ketebalan lapisan deplesi yang terbentuk antara subtrat dengan kanal adalah maksimum. Sehingga ketebalan lapisan deplesi selanjutnya hanya akan ditentukan oleh tegangan gate terhadap source. Pada gambar, lapisan deplesi yang dimaksud  ditunjukkan pada daerah yang berwarna kuning. 
Semakin negatif tegangan gate  terhadap source, akan semakin kecil arus drain yang bisa lewat atau bahkan menjadi 0 pada tegangan negatif tertentu. Karena lapisan deplesi telah menutup kanal. Selanjutnya jika tegangan gate dinaikkan sama dengan tegangan source, arus akan mengalir. Karena lapisan deplesi muali membuka. Sampai di sini prinsip kerja transistor MOSFET depletion-mode tidak berbeda dengan transistor JFET.  
Karena gate yang terisolasi, tegangan kerja VGS boleh positif. Jika VGS semakin positif, arus elektron yang mengalir dapat semakin besar. Di sini letak perbedaannya dengan JFET, transistor MOSFET depletion-mode bisa bekerja sampai tegangan gate positif.
Pabrikasi MOSFET depletion-mode
Gambar 9 : Penampang D-MOSFET  (depletion-mode)
Struktur ini adalah penampang MOSFET depletion-mode yang dibuat di atas sebuah lempengan semikonduktor tipe p. Implant semikonduktor tipe n dibuat sedemikian rupa sehingga terdapat celah kanal tipe n. Kanal ini menghubungkan drain dengan source dan tepat berada di bawah gate. Gate terbuat dari metal aluminium yang diisolasi dengan lapisan SiO2 (kaca). Dalam beberapa buku, transistor MOSFET depletion-mode disebut juga dengan nama D-MOSFET.  

Kurva drain MOSFET depeletion mode
Analisa kurva drain dilakukan dengan mencoba beberapa tegangan gate VGS konstan, lalu dibuat grafik hubungan antara arus drain ID terhadap tegangan VDS.
Gambar 10 : Kurva drain transistor MOSFET depletion-mode
Dari kurva ini terlihat jelas bahwa transistor MOSFET depletion-mode dapat bekerja (ON) mulai dari tegangan VGS negatif sampai positif. Terdapat dua daerah kerja, yang pertama adalah daerah ohmic dimana resistansi drain-source adalah fungsi dari : 
RDS(on) =  VDS/IDS  
Jika tegangan VGS tetap dan VDS terus dinaikkan, transistor selanjutnya akan berada pada daerah saturasi. Jika keadaan ini tercapai, arus IDS adalah konstan. Tentu saja ada tegangan VGS(max), yang diperbolehkan. Karena jika lebih dari tegangan ini akan dapat merusak isolasi gate yang tipis alias merusak transistor itu sendiri.

MOSFET Enhancement-mode 
Jenis transistor MOSFET yang kedua adalah MOSFET enhancement-mode. Transistor ini adalah evolusi jenius berikutnya setelah penemuan MOSFET depletion-mode.  Gate terbuat dari metal aluminium dan terisolasi oleh lapisan SiO2 sama seperti transistor MOSFET depletion-mode. Perbedaan struktur yang mendasar adalah, subtrat pada transistor MOSFET enhancement-mode sekarang dibuat sampai menyentuh gate, seperti terlihat pada gambar beritu ini. Lalu bagaimana elektron dapat mengalir ?. Silahkan terus menyimak tulisan berikut ini.
Gambar 11 : Struktur MOSFET enhancement-mode
Gambar atas ini adalah transistor MOSFET enhancement mode kanal n. Jika tegangan gate VGS dibuat negatif, tentu saja arus elektron tidak dapat mengalir. Juga ketika VGS=0 ternyata arus belum juga bisa mengalir, karena tidak ada lapisan deplesi maupun celah yang bisa dialiri elektron. Satu-satunya jalan adalah dengan memberi tegangan VGS positif. Karena subtrat terhubung dengan source, maka jika tegangan gate positif berarti tegangan gate terhadap subtrat juga positif.
Tegangan positif ini akan menyebabkan elektron tertarik ke arah subtrat p. Elektron-elektron akan bergabung dengan hole yang ada pada subtrat p. Karena potensial gate lebih positif, maka elektron terlebih dahulu tertarik dan menumpuk di sisi subtrat yang berbatasan dengan gate. Elektron akan terus menumpuk dan tidak dapat mengalir menuju  gate karena terisolasi oleh bahan insulator SiO2 (kaca). 
Jika tegangan gate cukup positif, maka tumpukan elektron akan menyebabkan terbentuknya semacam lapisan n yang negatif dan seketika itulah arus drain dan source dapat mengalir. Lapisan yang terbentuk ini disebut dengan istilah inversion layer. Kira-kira terjemahannya adalah lapisan dengan tipe yang berbalikan. Di sini karena subtratnya tipe p, maka lapisan inversion yang terbentuk adalah bermuatan negatif atau tipe n.
Tentu ada tegangan minimum dimana lapisan inversion n mulai terbentuk. Tegangan minimun ini disebut tegangan threshold VGS(th). Tegangan VGS(th) oleh pabrik pembuat tertera di dalam datasheet.
Di sini letak perbedaan utama prinsip kerja transitor MOSFET enhancement-mode dibandingkan dengan JFET. Jika pada tegangan VGS = 0 , transistor JFET sudah bekerja atau ON, maka transistor MOSFET enhancement-mode masih OFF. Dikatakan bahwa JFET adalah komponen normally ON dan MOSFET adalah komponen normally OFF

Pabrikasi MOSFET enhancement-mode
Transistor MOSFET enhacement mode dalam beberapa literatur disebut juga dengan nama E-MOSFET
Gambar 12 : Penampang E-MOSFET (enhancement-mode)
Gambar diatas adalah bagaimana transistor MOSFET enhancement-mode dibuat. Sama seperti MOSFET depletion-mode, tetapi perbedaannya disini tidak ada kanal yang menghubungkan drain dengan source. Kanal n akan terbentuk (enhanced) dengan memberi tegangan VGS diatas tegangan threshold tertentu. Inilah struktur transistor yang paling banyak di terapkan dalam IC digital. 

Kurva Drain MOSFET enhacement-mode
Mirip seperti kurva D-MOSFET, kurva drain transistor E-MOSFET adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. Namun di sini VGS semua bernilai positif. Garis kurva paling bawah adalah garis kurva dimana transistor mulai ON. Tegangan VGS pada garis kurva ini disebut tegangan threshold VGS(th)
Gambar 13 : Kurva drain E-MOSFET 
Karena transistor MOSFET umumnya digunakan sebagai saklar (switch),  parameter yang penting pada transistor E-MOSFET adalah resistansi drain-source. Biasanya yang tercantum pada datasheet adalah resistansi pada saat transistor ON. Resistansi ini dinamakan RDS(on). Besar resistansi bervariasi mulai dari 0.3 Ohm sampai puluhan Ohm. Untuk aplikasi power switching, semakin kecil resistansi RDS(on) maka semakin baik transistor tersebut. Karena akan memperkecil rugi-rugi disipasi daya dalam bentuk panas. Juga penting diketahui parameter arus drain maksimum ID(max) dan disipasi daya maksimum PD(max).

Simbol transistor MOSFET
Garis putus-putus pada simbol transistor MOSFET menunjukkan struktur transistor yang terdiri drain, source dan subtrat serta gate yang terisolasi. Arah panah pada subtrat menunjukkan type lapisan yang terbentuk pada subtrat ketika transistor ON sekaligus menunjukkan type kanal transistor tersebut.
Gambar 14 : Simbol MOSFET, (a) kanal-n (b) kanal-p
Kedua simbol di atas dapat digunakan untuk mengambarkan D-MOSFET maupun E-MOSFET.
NMOS dan PMOS 
Transistor MOSFET dalam berbagai referensi disingkat dengan nama transistor MOS. Dua jenis tipe n atau p dibedakan dengan nama NMOS dan PMOS. Simbol untuk menggambarkan MOS tipe depletion-mode dibedakan dengan tipe enhancement-mode. Pembedaan ini perlu untuk rangkaian-rangkaian rumit yang terdiri dari kedua jenis transistor tersebut.
Gambar 15 : Simbol transistor (a)NMOS (b)PMOS tipe depletion mode
Gambar 16 : Simbol transistor (a)NMOS (b)PMOS tipe enhancement mode
Transistor MOS adalah tipe transistor yang paling banyak dipakai untuk membuat rangkaian gerbang logika.  Ratusan bahkan ribuan gerbang logika dirangkai di dalam sebuah IC (integrated circuit) menjadi komponen yang canggih seperti mikrokontroler dan mikroposesor. Contoh gerbang logika yang paling dasar adalah sebuah inverter
Gambar 17 : Gerbang NOT Inverter MOS
Gerbang inverter MOS di atas terdiri dari 2 buah transistor Q1 dan Q2. Transistor Q1 adalah transistor NMOS depletion-mode yang pada rangkaian ini berlaku sebagai beban RL untuk transistor Q2. Seperti yang sudah dimaklumi, beban RL ini tidak lain adalah resistansi RDS(on) dari transistor Q1.  Transistor Q2 adalah transistor NMOS enhancement-mode.  Di sini transistor Q2 berfungsi sebagai saklar (switch) yang bisa membuka atau menutup (ON/OFF). Transistor ON atau OFF tergantung dari tegangan input. 
Jika tegangan input A = 0 volt (logik 0), maka saklar Q2 membuka dan tegangan output Y = VDD (logik 1). Dan sebaliknya jika input A = VDD (logik 1) maka saklar menutup dan tegangan output Y = 0 volt (logik 0). Inverter ini tidak lain adalah gerbang NOT, dimana keadaan output adalah kebalikan dari input. 
Gerbang dasar lainnya dalah seperti gerbang NAND dan NOR. Contoh diagram berikut adalah gerbang NAND dan NOR yang memiliki dua input A dan B.
Gambar 18 : Gerbang NAND transistor MOS
Gambar 19 : Gerbang NOR transistor MOS
Bagaimana caranya membuat gerbang AND dan OR. Tentu saja bisa dengan menambahkan sebuah inverter di depan gerbang NAND dan NOR.

Transistor CMOS
CMOS adalah evolusi dari komponen digital yang paling banyak digunakan karena memiliki karakteristik konsumsi daya  yang sangat kecil. CMOS adalah singkatan dari Complementary MOS, yang strukturnya terdiri dari dua jenis transistor PMOS dan NMOS. Keduanya adalah transistor MOS  tipe enhacement-mode.
Inverter gerbang NOT dengan struktur CMOS adalah seperti gambar yang berikut ini.  Beban RL yang sebelumnya menggunakan transistor NMOS tipe depletion-mode, digantikan oleh transistor PMOS enhancement-mode.
Gambar 20 : Gerbang NOT inverter CMOS
Namun disini Q1 bukan sebagai beban, tetapi kedua transistor berfungsi sebagai complementrary switch yang bekerja bergantian. Jika input 0 (low)  maka transistor Q1 menutup dan sebaliknya Q2 membuka, sehingga keluaran tersambung ke VDD (high). Sebaliknya jika input 1 (high) maka transistor Q1 akan membuka dan Q2 menutup, sehingga keluaran terhubung dengan ground 0 volt (low).    
Penutup
Transistor FET termasuk perangkat yang disebut voltage-controlled device yang mana tegangan masukan (input) mengatur arus keluaran (output).  Pada transistor FET, besar tegangan gate-source (VGS) menentukan jumlah arus yang dapat mengalir antara drain dan source.
Transistor MOSFET yang dikenal dengan sebutan transistor MOS umumnya gampang rusak. Ada kalanya karena tegangan gate  yang melebihi tegangan VGS(max). Karena lapisan oksida yang amat tipis, transistor MOS rentan terhadap tegangan statik (static voltage) yang bisa mencapai ribuan volt. Untuk itulah biasanya MOS dalam bentuk transistor maupun IC selalu dikemas menggunakan anti static.Terminal atau kaki-kakinya di hubung singkat untuk menghindari tegangan statik ini. Transistor MOS yang mahal karena RDS(on) yang kecil, biasanya dilengkapi dengan zener didalamnya. Zener diantara gate dan source ini berfungsi sebagai proteksi tegangan yang berlebih. Walapun zener ini sebenarnya akan menurunkan impedansi input gate, namun cukup seimbang antara performance dan harganya itu.

source:
http://www.electroniclab.com/
BACA SUDE - Transistor FET - JFET dan MOSFET

Prinsip Dasar Semikonduktor

Semikonduktor merupakan elemen dasar dari komponen elektronika seperti dioda, transistor dan sebuah IC (integrated circuit). Disebut semi atau setengah konduktor, karena bahan ini memang bukan konduktor murni. Bahan- bahan  logam seperti tembaga, besi, timah disebut sebagai konduktor yang baik sebab logam memiliki susunan atom yang sedemikian rupa, sehingga elektronnya dapat bergerak bebas. 
Sebenarnya atom tembaga dengan lambang kimia Cu memiliki inti 29 ion (+) dikelilingi oleh 29 elektron (-).  Sebanyak 28 elektron menempati orbit-orbit bagian dalam membentuk inti yang  disebut nucleus. Dibutuhkan energi yang sangat besar untuk dapat melepaskan ikatan elektron-elektron ini. Satu buah elektron lagi yaitu elektron yang ke-29, berada pada orbit paling luar. 
Orbit terluar ini disebut pita valensi dan elektron yang berada pada pita ini dinamakan elektron valensi. Karena hanya ada satu elektron dan jaraknya 'jauh' dari nucleus, ikatannya tidaklah terlalu kuat. Hanya dengan energi yang sedikit saja elektron terluar ini mudah terlepas dari ikatannya. 
Gambar-1 : ikatan atom tembaga
Pada suhu kamar, elektron tersebut dapat bebas bergerak atau berpindah-pindah dari satu nucleus ke nucleus lainnya.  Jika diberi tegangan potensial listrik, elektron-elektron  tersebut dengan mudah berpindah ke arah potensial yang sama. Phenomena ini yang dinamakan sebagai arus listrik. 
Isolator adalah atom yang memiliki elektron valensi sebanyak 8 buah, dan dibutuhkan energi yang besar untuk dapat melepaskan elektron-elektron ini. Dapat ditebak, semikonduktor adalah unsur yang susunan atomnya memiliki elektron valensi lebih dari 1 dan kurang dari 8. Tentu saja yang paling "semikonduktor" adalah unsur yang atomnya memiliki 4 elektron valensi.  
Susunan Atom Semikonduktor
Bahan semikonduktor yang banyak dikenal contohnya adalah Silicon (Si), Germanium (Ge) dan Galium Arsenida (GaAs). Germanium dahulu adalah bahan satu-satunya yang dikenal untuk membuat komponen semikonduktor. Namun belakangan, silikon menjadi popular  setelah ditemukan cara mengekstrak bahan ini dari alam. Silikon merupakan bahan terbanyak ke dua yang ada dibumi setelah oksigen (O2). Pasir, kaca dan batu-batuan lain adalah bahan alam yang banyak mengandung unsur silikon. Dapatkah anda menghitung jumlah pasir dipantai.
Struktur atom kristal silikon, satu  inti atom (nucleus) masing-masing memiliki 4 elektron valensi. Ikatan inti atom yang stabil adalah jika dikelilingi oleh 8 elektron, sehingga 4 buah elektron atom kristal tersebut membentuk ikatan kovalen dengan ion-ion atom tetangganya. Pada suhu yang sangat rendah (0oK),  struktur atom silikon divisualisasikan seperti pada gambar berikut.
Gambar-2 : Struktur dua dimensi kristal Silikon 
Ikatan kovalen menyebabkan elektron tidak dapat berpindah dari satu inti atom ke inti atom yang lain. Pada kondisi demikian, bahan semikonduktor bersifat isolator karena tidak ada elektron yang dapat berpindah untuk menghantarkan listrik. Pada suhu kamar, ada beberapa ikatan kovalen yang lepas karena energi panas, sehingga memungkinkan elektron terlepas dari ikatannya. Namun hanya beberapa jumlah kecil yang dapat terlepas, sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi konduktor yang baik. 
Ahli-ahli fisika terutama yang menguasai fisika quantum pada masa itu  mencoba memberikan doping pada bahan semikonduktor ini. Pemberian doping dimaksudkan untuk mendapatkan elektron valensi bebas dalam jumlah lebih banyak dan permanen, yang  diharapkan akan dapat mengahantarkan listrik. Kenyataanya demikian, mereka memang iseng sekali dan jenius.
Tipe-N
Misalnya pada bahan silikon diberi doping phosphorus atau arsenic yang pentavalen yaitu bahan kristal dengan inti atom memiliki 5 elektron valensi. Dengan doping, Silikon yang tidak lagi murni ini (impurity semiconductor) akan memiliki kelebihan elektron. Kelebihan elektron  membentuk semikonduktor tipe-n. Semikonduktor tipe-n disebut juga donor yang siap melepaskan elektron.
Gambar 3 : doping atom pentavalen
Tipe-P
Kalau silikon diberi doping Boron, Gallium atau Indium, maka akan didapat semikonduktor tipe-p. Untuk mendapatkan silikon tipe-p, bahan dopingnya adalah  bahan trivalen yaitu unsur dengan ion yang  memiliki 3 elektron pada pita valensi. Karena ion silikon memiliki 4 elektron, dengan demikian ada ikatan kovalen yang bolong (hole). Hole ini digambarkan sebagai akseptor yang siap menerima elektron. Dengan demikian, kekurangan elektron menyebabkan semikonduktor ini menjadi tipe-p. 
Gambar 4 : doping atom trivalen
Resistansi
Semikonduktor tipe-p atau tipe-n jika berdiri sendiri tidak lain adalah sebuah resistor. Sama seperti resistor karbon, semikonduktor memiliki resistansi. Cara ini dipakai untuk membuat resistor di dalam sebuah komponen semikonduktor. Namun besar resistansi yang bisa didapat kecil karena terbatas pada volume semikonduktor itu sendiri. 
Dioda PN 
Jika dua tipe bahan semikonduktor ini dilekatkan--pakai lem barangkali ya :), maka akan didapat sambungan P-N (p-n junction) yang dikenal sebagai dioda.  Pada pembuatannya memang material tipe P dan tipe N bukan disambung secara harpiah, melainkan dari satu bahan (monolitic) dengan memberi doping (impurity material) yang berbeda. 
Gambar 5 : sambungan p-n
Jika diberi tegangan maju (forward bias), dimana tegangan sisi P lebih besar dari sisi N, elektron dengan mudah dapat mengalir dari sisi N mengisi kekosongan elektron (hole) di sisi P.
Gambar 6 :forward bias
Sebaliknya jika diberi tegangan balik (reverse bias), dapat dipahami tidak ada elektron yang dapat mengalir dari sisi N mengisi hole di sisi P,  karena tegangan potensial di sisi N lebih tinggi. 
Dioda akan hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja, sehingga dipakai untuk aplikasi rangkaian penyearah (rectifier). Dioda, Zener, LED, Varactor dan Varistor adalah beberapa komponen semikonduktor sambungan PN yang dibahas pada kolom khusus.  
Transistor Bipolar
Transistor merupakan dioda dengan dua sambungan (junction). Sambungan itu  membentuk transistor PNP maupun NPN. Ujung-ujung terminalnya berturut-turut disebut emitor, base dan kolektor. Base  selalu berada di tengah, di antara emitor dan kolektor. Transistor ini disebut transistor bipolar,  karena struktur dan prinsip kerjanya tergantung dari perpindahan elektron di kutup negatif mengisi kekurangan elektron (hole) di kutup positif. bi = 2 dan polar = kutup. Adalah William Schockley pada tahun 1951 yang pertama kali menemukan transistor bipolar. 
Gambar 7 : Transistor npn dan pnp
Akan dijelaskan kemudian, transistor adalah komponen yang bekerja sebagai sakelar (switch on/off) dan juga sebagai penguat  (amplifier). Transistor bipolar adalah inovasi yang mengantikan transistor tabung (vacum tube). Selain dimensi transistor bipolar yang relatif lebih kecil, disipasi dayanya juga lebih kecil sehingga dapat bekerja pada suhu yang lebih dingin. Dalam beberapa aplikasi, transistor tabung masih digunakan terutama pada aplikasi audio, untuk mendapatkan kualitas suara yang baik, namun konsumsi dayanya sangat besar. Sebab untuk dapat melepaskan elektron, teknik yang digunakan adalah pemanasan filamen seperti pada lampu pijar.
Bias DC
Transistor bipolar memiliki 2 junction yang dapat disamakan dengan penggabungan 2 buah dioda. Emiter-Base adalah satu junction dan Base-Kolektor junction lainnya. Seperti pada dioda, arus hanya akan mengalir hanya jika diberi bias positif, yaitu hanya jika tegangan pada material P lebih positif daripada material N (forward bias). Pada gambar ilustrasi transistor NPN berikut ini, junction base-emiter diberi bias positif sedangkan base-colector mendapat bias negatif (reverse bias). 
Gambar 8 : arus elektron transistor npn 
Karena base-emiter mendapat bias positif maka seperti pada dioda, elektron mengalir dari emiter menuju base. Kolektor pada rangkaian ini lebih positif sebab mendapat tegangan positif. Karena kolektor ini lebih positif, aliran elektron bergerak menuju kutup ini. Misalnya tidak ada kolektor, aliran elektron seluruhnya akan menuju base seperti pada dioda. Tetapi karena lebar base yang sangat tipis, hanya sebagian elektron yang dapat bergabung dengan hole yang ada pada base. Sebagian besar akan menembus lapisan base menuju kolektor. Inilah alasannya mengapa jika dua dioda digabungkan tidak dapat menjadi  sebuah transistor, karena persyaratannya adalah lebar base harus sangat tipis sehingga dapat diterjang oleh elektron. 
Jika misalnya tegangan base-emitor dibalik (reverse bias), maka tidak akan terjadi aliran elektron dari emitor menuju kolektor. Jika pelan-pelan 'keran' base diberi bias maju (forward bias), elektron mengalir menuju kolektor dan besarnya sebanding dengan besar arus bias base yang diberikan. Dengan kata lain, arus base mengatur banyaknya elektron yang mengalir dari emiter menuju kolektor.  Ini  yang dinamakan efek penguatan transistor, karena arus base yang kecil menghasilkan arus emiter-colector yang lebih besar. Istilah amplifier (penguatan) menjadi salah kaprah, karena dengan penjelasan di atas sebenarnya yang terjadi bukan penguatan, melainkan arus yang lebih kecil mengontrol aliran arus yang lebih besar. Juga dapat dijelaskan bahwa base mengatur  membuka dan menutup aliran arus emiter-kolektor (switch on/off).
Pada transistor PNP, fenomena yang sama dapat dijelaskan dengan memberikan bias seperti pada gambar berikut. Dalam hal ini yang disebut perpindahan arus adalah arus hole. 
Gambar 9 : arus hole transistor pnp
Untuk memudahkan pembahasan prinsip bias transistor lebih lanjut, berikut adalah terminologi parameter transistor. Dalam hal ini arah arus adalah dari potensial yang lebih besar ke potensial yang lebih kecil.

Gambar 10 : arus potensial
IC : arus kolektor
IB : arus base
IE : arus emitor
VC : tegangan kolektor
VB : tegangan base
VE : tegangan emitor
VCC : tegangan pada kolektor
VCE : tegangan jepit kolektor-emitor
VEE : tegangan pada emitor
VBE : tegangan jepit base-emitor
ICBO : arus base-kolektor 
VCB : tegangan jepit kolektor-base
Perlu diingat, walaupun tidak perbedaan pada doping bahan pembuat emitor dan kolektor, namun pada prakteknya emitor dan kolektor tidak dapat dibalik. 
Gambar 11 : penampang transistor bipolar
Dari satu bahan silikon (monolitic), emitor dibuat terlebih dahulu, kemudian base dengan doping yang berbeda dan terakhir adalah kolektor. Terkadang dibuat juga efek dioda pada terminal-terminalnya sehingga arus hanya akan terjadi pada arah yang dikehendaki.

source:
http://www.electroniclab.com/
BACA SUDE - Prinsip Dasar Semikonduktor

Transistor Bipolar

 Pada tulisan tentang semikonduktor telah dijelaskan bagaimana sambungan NPN maupun PNP menjadi sebuah transistor. Telah disinggung juga sedikit tentang arus bias yang memungkinkan elektron dan hole berdifusi antara kolektor dan emitor menerjang lapisan base yang tipis itu. Sebagai rangkuman, prinsip kerja transistor adalah arus bias base-emiter yang kecil mengatur besar arus kolektor-emiter. Bagian penting berikutnya adalah bagaimana caranya memberi arus bias yang tepat sehingga transistor dapat bekerja optimal.
Arus bias
Ada tiga cara yang umum untuk memberi arus bias pada transistor, yaitu rangkaian CE (Common Emitter), CC (Common Collector) dan CB (Common Base). Namun saat ini akan lebih detail dijelaskan bias transistor rangkaian CE. Dengan menganalisa rangkaian CE akan dapat diketahui beberapa parameter penting dan berguna terutama untuk memilih transistor yang tepat untuk aplikasi tertentu. Tentu untuk aplikasi pengolahan sinyal frekuensi audio semestinya tidak menggunakan transistor power, misalnya.
Arus Emiter
Dari hukum Kirchhoff diketahui bahwa jumlah arus yang masuk kesatu titik akan sama jumlahnya dengan arus yang keluar. Jika teorema tersebut diaplikasikan pada transistor, maka hukum itu menjelaskan hubungan :
IE = IC + IB ........(1)

Gambar-1 : arus emitor
Persamanaan (1) tersebut mengatakan arus emiter IE adalah jumlah dari arus kolektor IC dengan arus base IB. Karena arus IB sangat kecil sekali atau disebutkan IB << IC, maka dapat di nyatakan  :
IE = IC ..........(2)
Alpha (a)
Pada tabel data transistor (databook) sering dijumpai spesikikasiadc (alpha dc) yang  tidak lain adalah :
 adc = IC/IE  ..............(3)
Defenisinya adalah perbandingan arus kolektor terhadap arus emitor.
Karena besar arus kolektor umumnya hampir sama dengan besar arus emiter maka idealnya besaradc adalah = 1 (satu). Namun umumnya transistor yang ada memilikiadc kurang lebih antara 0.95 sampai 0.99.
Beta (b)
Beta didefenisikan sebagai besar perbandingan antara arus kolektor dengan arus base.
b = IC/IB  ............. (4)
Dengan kata lain,b adalah parameter yang menunjukkan kemampuan penguatan arus (current gain) dari suatu transistor. Parameter ini ada tertera di databook transistor dan sangat membantu para perancang rangkaian elektronika dalam merencanakan rangkaiannya.
Misalnya jika suatu transistor diketahui besarb=250 dan diinginkan arus kolektor sebesar 10 mA, maka berapakah arus bias base yang diperlukan. Tentu jawabannya sangat mudah yaitu :

IB = IC/b = 10mA/250 = 40 uA

Arus yang terjadi pada kolektor transistor yang memiliki  b = 200 jika diberi arus bias base sebesar 0.1mA adalah :
 IC = b IB = 200 x 0.1mA = 20 mA
Dari rumusan ini lebih terlihat defenisi penguatan arus transistor, yaitu sekali lagi, arus base yang kecil menjadi arus kolektor yang lebih besar.
Common Emitter (CE)
Rangkaian CE adalah rangkain yang paling sering digunakan untuk berbagai aplikasi yang mengunakan transistor. Dinamakan rangkaian CE, sebab titik ground atau titik tegangan 0 volt dihubungkan pada titik emiter.

Gambar-2 : rangkaian CE
Sekilas Tentang Notasi
Ada beberapa notasi yang sering digunakan untuk mununjukkan besar tegangan pada suatu titik maupun antar titik. Notasi dengan 1 subscript adalah untuk menunjukkan besar tegangan pada satu titik, misalnya VC = tegangan kolektor, VB = tegangan base dan VE = tegangan emiter.
Ada juga notasi dengan 2 subscript yang dipakai untuk menunjukkan besar tegangan antar 2 titik, yang disebut juga dengan tegangan jepit. Diantaranya adalah :
VCE = tegangan jepit kolektor- emitor
VBE = tegangan jepit base - emitor
VCB = tegangan jepit kolektor - base 
Notasi seperti VBB, VCC, VEE berturut-turut adalah besar sumber tegangan yang masuk ke titik base, kolektor dan emitor.
Kurva Base
Hubungan antara IB dan VBE tentu saja akan berupa kurva dioda. Karena memang telah diketahui bahwa junction base-emitor tidak lain adalah sebuah dioda. Jika hukum Ohm diterapkan pada loop base diketahui adalah :
IB = (VBB - VBE) / RB ......... (5)
VBE adalah tegangan jepit dioda junction base-emitor. Arus hanya akan mengalir jika tegangan antara base-emitor lebih besar dari VBE. Sehingga arus IB mulai aktif mengalir pada saat nilai VBE tertentu.
Gambar-3 : kurva IB -VBE   
Besar VBE umumnya tercantum di dalam databook. Tetapi untuk penyerdehanaan umumnya diketahui VBE = 0.7 volt untuk transistor silikon dan VBE = 0.3 volt untuk transistor germanium. Nilai ideal VBE  = 0 volt.    
Sampai disini akan sangat mudah mengetahui arus IB dan arus IC dari rangkaian berikut ini, jika diketahui besar b = 200. Katakanlah yang digunakan adalah transistor yang dibuat dari bahan silikon.
 
Gambar-4 : rangkaian-01
IB = (VBB - VBE) / RB
     = (2V - 0.7V) / 100 K
     = 13 uA
Dengan b = 200, maka arus kolektor adalah :
IC = bIB = 200 x 13uA = 2.6 mA  

Kurva Kolektor
Sekarang sudah diketahui konsep arus base dan arus kolektor. Satu hal lain yang menarik adalah bagaimana hubungan antara arus base IB, arus kolektor IC dan tegangan kolektor-emiter VCE.  Dengan mengunakan rangkaian-01, tegangan VBB dan VCC dapat diatur untuk memperoleh plot garis-garis kurva kolektor. Pada gambar berikut telah diplot beberapa  kurva kolektor arus IC terhadap VCE dimana arus IB dibuat konstan.  

 
Gambar-5 : kurva kolektor  
Dari kurva ini terlihat ada beberapa region yang menunjukkan daerah kerja transistor. Pertama adalah daerah saturasi, lalu daerah cut-off, kemudian daerah aktif dan seterusnya daerah breakdown.
Daerah Aktif
Daerah kerja transistor yang normal adalah pada daerah aktif, dimana arus IC konstans terhadap berapapun nilai VCE. Dari kurva ini diperlihatkan bahwa arus IC hanya tergantung dari besar arus IB. Daerah kerja ini biasa juga disebut daerah linear (linear region).
Jika hukum Kirchhoff mengenai tegangan dan arus diterapkan pada loop kolektor (rangkaian CE), maka dapat diperoleh hubungan :
 VCE = VCC - ICRC .............. (6)
Dapat dihitung dissipasi daya transistor adalah : 
PD = VCE.IC  ............... (7)
Rumus ini mengatakan jumlah dissipasi daya transistor adalah tegangan kolektor-emitor dikali jumlah arus yang melewatinya. Dissipasi daya ini berupa panas yang menyebabkan naiknya temperatur transistor. Umumnya untuk transistor power sangat perlu untuk mengetahui spesifikasi PDmax. Spesifikasi ini menunjukkan temperatur kerja maksimum yang diperbolehkan agar transistor masih bekerja normal. Sebab jika transistor bekerja melebihi kapasitas daya PDmax, maka transistor dapat rusak atau terbakar. 
Daerah Saturasi
Daerah saturasi adalah mulai dari VCE = 0 volt sampai kira-kira 0.7 volt (transistor silikon), yaitu akibat dari efek dioda kolektor-base yang mana tegangan VCE belum mencukupi untuk dapat menyebabkan aliran elektron.
Daerah Cut-Off
Jika kemudian tegangan VCC dinaikkan perlahan-lahan, sampai tegangan VCE tertentu tiba-tiba arus IC mulai konstan. Pada saat perubahan ini, daerah kerja transistor berada pada daerah cut-off yaitu dari keadaan saturasi (OFF) lalu menjadi aktif (ON). Perubahan ini dipakai pada system digital yang hanya mengenal angka biner 1 dan 0 yang tidak lain dapat direpresentasikan oleh status transistor OFF dan ON.  
Gambar-6 : rangkaian driver LED
Misalkan pada rangkaian driver LED di atas, transistor yang digunakan adalah transistor dengan b = 50. Penyalaan LED diatur oleh sebuah gerbang logika (logic gate)  dengan arus output high = 400 uA dan diketahui tegangan forward LED, VLED = 2.4 volt. Lalu pertanyaannya adalah, berapakah seharusnya resistansi RL yang dipakai. 
IC = bIB = 50 x 400 uA = 20 mA
Arus sebesar ini cukup untuk menyalakan LED pada saat transistor cut-off. Tegangan VCE pada saat cut-off idealnya = 0, dan aproksimasi ini sudah cukup untuk rangkaian ini. 
RL = (VCC - VLED - VCE) / IC
     = (5 - 2.4 - 0)V / 20 mA
     = 2.6V / 20 mA
     = 130 Ohm    

Daerah Breakdown
Dari kurva kolektor, terlihat jika tegangan VCE lebih dari 40V, arus IC menanjak naik dengan cepat. Transistor pada daerah ini disebut berada pada daerah breakdown. Seharusnya transistor tidak boleh bekerja pada daerah ini, karena akan dapat merusak transistor tersebut. Untuk berbagai jenis transistor nilai tegangan VCEmax yang diperbolehkan sebelum breakdown bervariasi. VCEmax pada databook transistor selalu dicantumkan juga.
Datasheet transistor
Sebelumnya telah disinggung beberapa spesifikasi transistor, seperti tegangan VCEmax dan PD max. Sering juga dicantumkan di datasheet keterangan lain tentang arus ICmax VCBmax dan VEBmax. Ada juga PDmax pada TA = 25o dan  PDmax pada TC = 25o. Misalnya pada transistor 2N3904 dicantumkan data-data seperti :
VCBmax = 60V
VCEOmax = 40V
VEBmax = 6 V
ICmax = 200 mAdc
PDmax = 625 mW TA = 25o
PDmax = 1.5W TC = 25o
TA adalah temperature ambient yaitu suhu  kamar. Sedangkan TC adalah temperature cashing transistor. Dengan demikian jika transistor dilengkapi dengan heatshink, maka transistor tersebut dapat bekerja dengan kemampuan dissipasi daya yang lebih besar.
b atau hFE
Pada system analisa rangkaian dikenal juga parameter h, dengan meyebutkan hFE sebagai bdc untuk mengatakan penguatan arus.
bdc = hFE ................... (8)
Sama seperti pencantuman nilai bdc, di datasheet umumnya dicantumkan nilai hFE minimum (hFE min ) dan nilai maksimunya (hFE max).  

Penutup 
Perhitungan-perhitungan di atas banyak menggunakan aproksimasi dan penyederhanaan. Tergantung dari keperluannya, untuk perhitungan lebih rinci dapat juga dilakukan dengan tidak mengabaikan efek-efek bahan seperti resistansi, tegangan jepit antar junction dan sebagainya.
source:
http://www.electroniclab.com/
BACA SUDE - Transistor Bipolar

Induktor

Masih ingat aturan tangan kanan pada pelajaran fisika ? Ini cara yang efektif untuk mengetahui arah medan listrik terhadap arus listrik. Jika seutas kawat tembaga diberi aliran listrik, maka di sekeliling kawat tembaga akan terbentuk medan listrik. Dengan aturan tangan kanan dapat diketahui arah medan listrik terhadap arah arus listrik. Caranya sederhana yaitu dengan mengacungkan jari jempol tangan kanan sedangkan keempat jari lain menggenggam. Arah jempol adalah arah arus dan arah ke empat jari lain adalah arah medan listrik yang mengitarinya.aturan tangan kanan medan induksi
Gambar-1 : Aturan tangan kanan medan induksi
Tentu masih ingat juga percobaan dua utas kawat tembaga paralel yang keduanya diberi arus listrik. Jika arah arusnya berlawanan, kedua kawat tembaga tersebut saling menjauh. Tetapi jika arah arusnya sama ternyata keduanya berdekatan saling tarik-menarik. Hal ini terjadi karena adanya induksi medan listrik. Dikenal medan listrik dengan simbol B dan satuannya Tesla (T). Besar akumulasi medan listrik B pada suatu luas area A tertentu difenisikan sebagai besar magnetic flux. Simbol yang biasa digunakan untuk menunjukkan besar magnetic flux ini adalah F dan satuannya Weber (Wb = T.m2). Secara matematis besarnya adalah :
medan flux medan flux...(1)
Lalu bagaimana jika kawat tembaga itu dililitkan membentuk koil atau kumparan. Jika kumparan tersebut dialiri listrik maka tiap lilitan akan saling menginduksi satu dengan yang lainnya. Medan listrik yang terbentuk akan segaris dan saling menguatkan. Komponen yang seperti inilah yang dikenal dengan induktor selenoid.
Dari buku fisika dan teori medan yang menjelimet, dibuktikan bahwa induktor adalah komponen yang dapat menyimpan energi magnetik. Energi ini direpresentasikan dengan adanya tegangan emf (electromotive force) jika induktor dialiri listrik. Secara matematis tegangan emf ditulis :
tegangan emf
tegangan emf .... (2)
Jika dibandingkan dengan rumus hukum Ohm V=RI, maka kelihatan ada kesamaan rumus. Jika R disebut resistansi dari resistor dan V adalah besar tegangan jepit jika resistor dialiri listrik sebesar I. Maka L adalah induktansi dari induktor dan E adalah tegangan yang timbul jika induktor dilairi listrik. Tegangan emf di sini adalah respon terhadap perubahan arus fungsi dari waktu terlihat dari rumus di/dt. Sedangkan bilangan negatif sesuai dengan hukum Lenz  yang mengatakan efek induksi cenderung melawan perubahan yang menyebabkannya.  
Hubungan antara emf dan arus inilah yang disebut dengan induktansi, dan satuan yang digunakan adalah (H) Henry.
Induktor disebut self-induced
Arus listrik yang melewati kabel, jalur-jalur pcb dalam suatu rangkain berpotensi untuk menghasilkan medan induksi. Ini yang sering menjadi pertimbangan dalam mendesain   pcb supaya bebas dari efek induktansi terutama jika multilayer. Tegangan emf akan menjadi penting saat perubahan arusnya fluktuatif. Efek emf menjadi signifikan pada sebuah induktor, karena perubahan arus yang melewati tiap lilitan akan saling menginduksi. Ini yang dimaksud dengan self-induced. Secara matematis induktansi pada suatu induktor dengan jumlah lilitan sebanyak N adalah akumulasi flux magnet untuk tiap arus yang melewatinya :

induktansi L
induktansi ...... (3)
gambar induktor
Gambar-2 : Induktor selenoida
Fungsi utama dari induktor di dalam suatu rangkaian adalah untuk melawan fluktuasi arus yang melewatinya. Aplikasinya pada rangkaian dc salah satunya adalah untuk menghasilkan tegangan dc yang konstan terhadap fluktuasi beban arus. Pada aplikasi rangkaian ac, salah satu gunanya adalah bisa untuk meredam perubahan fluktuasi arus yang tidak dinginkan. Akan lebih banyak lagi fungsi dari induktor yang bisa diaplikasikan pada rangkaian filter, tuner dan sebagainya.
Dari pemahaman fisika, elektron yang bergerak akan menimbulkan medan elektrik di sekitarnya. Berbagai bentuk kumparan, persegi empat, setegah lingkaran ataupun lingkaran penuh, jika dialiri listrik akan menghasilkan medan listrik yang berbeda. Penampang induktor biasanya berbentuk lingkaran, sehingga diketahui besar medan listrik di titik tengah lingkaran adalah :
medan listrik
Medan listrik ........ (4)
Jika dikembangkan, n adalah jumlah lilitan N relatif terhadap panjang induktor l. Secara matematis ditulis :
rumus lilitan induktor
Lilitan per-meter……….(5)
Lalu i adalah besar arus melewati induktor tersebut. Ada simbol m yang dinamakan permeability dan mo yang disebut permeability udara vakum. Besar permeability m tergantung dari bahan inti (core) dari induktor. Untuk induktor tanpa inti (air winding) m = 1.
Jika rumus-rumus di atas di subsitusikan maka rumus induktansi (rumus 3) dapat ditulis menjadi :
Induktansi Induktor
Induktansi Induktor ..... (6) 
Induktor selenoida dengan inti
Gambar-3 : Induktor selenoida dengan inti (core)

L  : induktansi dalam H (Henry)
m  : permeability inti (core) 
mo : permeability udara vakum
mo = 4p x 10-7
N  : jumlah lilitan induktor
A  : luas penampang induktor (m2)
l  : panjang induktor (m)
Inilah rumus untuk menghitung nilai induktansi dari sebuah induktor. Tentu saja rumus ini bisa dibolak-balik untuk menghitung jumlah lilitan induktor jika nilai induktansinya sudah ditentukan.  
Toroid
Ada satu jenis induktor yang kenal dengan nama toroid. Jika biasanya induktor berbentuk silinder memanjang, maka toroid berbentuk lingkaran. Biasanya selalu menggunakan inti besi (core) yang juga berbentuk lingkaran seperti kue donat.  
Induktor toroida
Gambar-4 : Induktor Toroida 
Jika jari-jari toroid adalah r, yaitu jari-jari lingkar luar dikurang jari-jari lingkar dalam. Maka panjang induktor efektif adalah kira-kira :
keliling lingkaran toroida
Keliling lingkaran toroida …... (7)
Dengan demikian untuk toroida besar induktansi L adalah :
Induktansi toroida
Induktansi Toroida  ………(8)  
Salah satu keuntungan induktor berbentuk toroid, dapat induktor dengan induktansi yang lebih besar dan dimensi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan induktor berbentuk silinder. Juga karena toroid umumnya menggunakan inti (core) yang melingkar, maka medan induksinya tertutup dan relatif tidak menginduksi komponen lain yang berdekatan di dalam satu pcb.
Ferit dan Permeability
Besi lunak banyak digunakan sebagai inti (core) dari induktor yang disebut ferit.  Ada bermacam-macam bahan ferit yang disebut ferromagnetik.  Bahan dasarnya adalah bubuk besi oksida yang disebut juga iron powder. Ada juga ferit yang dicampur dengan bahan bubuk lain seperti nickle, manganase, zinc (seng) dan mangnesium. Melalui proses yang dinamakan kalsinasi yaitu dengan pemanasan tinggi dan tekanan tinggi, bubuk campuran tersebut dibuat menjadi komposisi yang padat. Proses pembuatannya sama seperti membuat keramik. Oleh sebab itu ferit ini sebenarnya adalah keramik.
Ferit yang sering dijumpai ada yang memiliki m = 1  sampai m = 15.000.  Dapat dipahami penggunaan ferit dimaksudkan untuk mendapatkan nilai induktansi yang lebih besar relatif terhadap jumlah lilitan yang lebih sedikit serta dimensi induktor yang lebih kecil.
Penggunaan ferit juga disesuaikan dengan frekeunsi kerjanya. Karena beberapa ferit akan optimum jika bekerja pada selang frekuensi tertentu. Berikut ini adalah beberapa contoh bahan ferit yang dipasar dikenal dengan kode nomer materialnya. Pabrik pembuat biasanya dapat memberikan data kode material, dimensi dan permeability yang lebih detail. 
Tabel-1 : Data Material Ferit
tabel data material ferit Sampai di sini kita sudah dapat menghitung nilai induktansi suatu induktor. Misalnya induktor dengan jumlah lilitan 20, berdiameter 1 cm dengan panjang 2 cm serta mengunakan inti ferit dengan m = 3000. Dapat diketahui nilai induktansinya adalah :
L =  5.9 mH (aproksimasi)
Selain ferit yang berbentuk silinder ada juga ferit yang berbentuk toroida. Umumnya dipasar tersedia berbagai macam jenis dan ukuran toroida. Jika datanya lengkap, maka kita dapat menghitung nilai induktansi dengan menggunakan rumus-rumus yang ada. Karena perlu diketahui nilai permeability bahan ferit, diameter lingkar luar, diameter lingkar dalam serta luas penampang toroida. Tetapi biasanya pabrikan hanya membuat daftar indeks induktansi (inductance index) AL. Indeks ini dihitung berdasarkan dimensi dan permeability ferit. Dengan data ini dapat dihitung jumlah lilitan yang diperlukan untuk mendapatkan nilai induktansi tertentu. Seperti contoh tabel AL berikut ini yang satuannya mH/100 lilitan.      
Tabel-2 : Contoh Tabel AL
Tabel AL Rumus untuk menghitung jumlah lilitan yang diperlukan untuk mendapatkan nilai induktansi yang diinginkan adalah :
indeks AL
Indeks AL ………. (9)
Misalnya digunakan ferit toroida T50-1, maka dari table diketahui nilai AL = 100. Maka untuk mendapatkan induktor sebesar 4mH diperlukan lilitan sebanyak :
N = 20 lilitan (aproksimasi)
Rumus ini sebenarnya diperoleh dari rumus dasar perhitungan induktansi dimana induktansi L berbanding lurus dengan kuadrat jumlah lilitan N2. Indeks AL umumnya sudah baku dibuat oleh pabrikan sesuai dengan dimensi dan permeability bahan feritnya.  
Permeability bahan bisa juga diketahui dengan kode warna tertentu. Misalnya abu-abu, hitam, merah, biru atau kuning. Sebenarnya lapisan ini bukan hanya sekedar warna yang membedakan permeability, tetapi berfungsi juga sebagai pelapis atau  isolator. Biasanya pabrikan menjelaskan berapa nilai tegangan kerja untuk toroida tersebut. 
Contoh bahan ferit toroida di atas umumnya memiliki premeability yang kecil. Karena bahan ferit yang demikian terbuat hanya dari bubuk besi (iron power). Banyak juga ferit toroid dibuat dengan nilai permeability m yang besar. Bahan ferit tipe ini terbuat dari campuran bubuk besi dengan bubuk logam lain. Misalnya ferit toroida FT50-77 memiliki indeks AL = 1100.
Kawat tembaga
Untuk membuat induktor biasanya tidak diperlukan kawat tembaga yang sangat panjang. Paling yang diperlukan hanya puluhan sentimeter saja, sehingga efek resistansi bahan kawat tembaga dapat diabaikan. Ada banyak kawat tembaga yang bisa digunakan. Untuk pemakaian yang profesional di pasar dapat dijumpai kawat tembaga dengan standar AWG (American Wire Gauge). Standar ini tergantung dari diameter kawat, resistansi dan sebagainya. Misalnya kawat tembaga AWG32 berdiameter kira-kira 0.3mm, AWG22 berdiameter 0.7mm ataupun AWG20 yang berdiameter kira-kira 0.8mm. Biasanya yang digunakan adalah kawat tembaga tunggal dan memiliki isolasi.
Penutup
Sayangnya untuk pengguna amatir, data yang diperlukan tidak banyak tersedia di toko eceran. Sehingga terkadang dalam membuat induktor jumlah lilitan yang semestinya berbeda dengan hasil perhitungan teoritis. Kawat tembaga yang digunakan bisa berdiameter berapa saja, yang pasti harus lebih kecil dibandingkan diameter penampang induktor.  Terkadang pada prakteknya untuk membuat induktor sendiri harus coba-coba dan toleransi induktansinya cukup besar. Untuk mendapatkan nilai induktansi yang akurat ada efek kapasitif dan resistif yang harus diperhitungkan. Karena ternyata arus yang melewati kawat tembaga hanya dipermukaan saja. Ini yang dikenal dengan istilah ekef kulit (skin effect). Ada satu tip untuk membuat induktor yang baik, terutama induktor berbentuk silinder. Untuk memperoleh nilai “Q” yang optimal panjang induktor sebaiknya tidak lebih dari 2x diameter penampangnya. Untuk toroid usahakan lilitannya merata dan rapat.

source:
http://www.electroniclab.com/
BACA SUDE - Induktor